LOLY CANDY’S


A.                Kronologi Kasus
Bagaimana polisi bisa mencium praktik busuk kelompok itu? Majalah Tempo pekan ini menurunkan artikel berjudul “Ancaman Pemangsa dari Dunia Maya”. Dalam artikel ini diungkapkan, radar Direktorat Kejahatan Cyber Polda Metro Jaya berbunyi pada media Januari lalu. “Sistem patroli kami menemukan grup Facebook yang mengeksploitasi anak secara seksual,” kata Menurut Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Wahyu Hadiningrat, pekan lalu.
Wahyu kemudian memerintahkan anak buahnya untuk menyusup ke grup tersebut. Tim Kejahatan Cyber membuat beberapa akun anonim agar bisa bergabung dengan grup itu. “Kami menyamar seolah-olah suka dengan konten pornografi anak-anak,” kata seorang penyidik. Ada beberapa syarat untuk masuk ke grup. Antara lain calon anggota harus mengirim beberapa konten porno anak ke nomor Whatsapp admin yang tertera di laman grup. Setelah masuk, anggota grup wajib aktif mengirimkan gambar atau video. Jika pasif, admin akan mengeluarkannya dari grup.
Meski aturannya terkesan ketat, penyidik yang menyamar tak kesulitan bergabung dengan Loli candy’s.  “Forum itu lebih cair dibanding forum serupa lainnya,” kata si penyidik. Tim Kejahatan Cyber hanya butuh dua hari untuk diterima sebagai anggota grup di “dunia gelap” Internet itu.
Di dalam grup, penyidik polisi tak hanya menyisir foto dan video. Polisi juga mencatat testimoni anggota grup. Salah satu member, misalnya, mengatakan tautan yang diunggah di grup Loli candy’s sangat mudah diunduh. “Domainnya tidak berlapis-lapis dan tidak membutuhkan password,” kata penyidik lainnya.
Karena aksesnya lebih mudah dibanding grup lain, jumlah member Loli candy’s berkembang pesat. Beberapa anggota terdeteksi berasal dari luar negeri. Ketika polisi membongkar forum ini pada medio Maret lalu, tercatat ada 7.497 anggota yang masih aktif.
Konten yang diunggah anggota Loli candy’s tak melulu foto atau video vulgar. Anggota kelompok ini juga mengunggah gambar anak-anak di sekitar mereka. Beberapa gambar anak kecil diambil di tempat umum seperti obyek wisata dan pusat belanja. Ada pula foto yang dicomot dari akun media sosial lain.
Wawan sendiri, misalnya, pernah mengunggah foto anak-anak yang tengah berlibur di obyek wisata Goa Cina, Malang. Ada tujuh foto anak yang sedang bermain di pantai yang diunggah. Satu gambar menunjukkan seorang anak berusia sekitar enam tahun yang tengah asyik membuat istana pasir.  Gambar lain menunjukkan bocah yang digendong orang tuanya. Wawan tak lupa memberi keterangan foto, “Dunia Indah dengan Loli”.
Setelah diterima sebagai “member”, tim polisi mengarahkan teropong ke akun Facebook pengelola grup tersebut. Polisi mempelajari profil tiap admin. Hasilnya, polisi dengan mudah menangkap tersangka Siha, T-Day, dan Dede. “Ketiga orang ini meninggalkan banyak jejak pribadi di Facebook,” kata seorang penyidik. Polisi bekerja lebih “berkeringat” ketika memburu Wawan. Pelacakan jejak protokol Internet alias IP address hanya menuntun polisi ke Kota Malang. Tak ada petunjuk lain yang lebih spesifik. Di dunia maya, Wawan tak banyak mengumbar profil pribadinya.
Penyidik menemukan petunjuk yang lebih jelas dari sebuah potret seorang anak kecil. Wawan rupanya mengambil foto itu dari balik jendela secara diam-diam. Pada foto itu, sebuah sepeda motor tampak terparkir di dekat si anak. Nah, pelat nomor kuda besi itulah yang menjadi petunjuk lokasi Wawan.
“Kami pantau berhari-hari agar tak salah orang,” kata seorang penyidik. Itu pun polisi hampir terkecoh karena foto wajah Wawan di Facebook sudah diedit semua. “Di foto, dia keliatan lebih ganteng dari pada aslinya,” kata si penyidik.  
B.                 Penyebab
Facebook telah menghapus akun grup Official Loli candy’s Group beserta konten-konten yang telah beredar di dalamnya. Loly Candy’s Group merupakan kelompok paedofil yang diperkirakan menyebarkan ribuan konten foto dan video kekerasan seksual terhadap anak dalam akun Facebook mereka.
Facebook juga menyebut telah mengambil tindakan dengan melaporkan akun beserta individu yang terkait dengan akun penyedia konten paedofil tersebut. Mereka melakukan deteksi menggunakan Photo DNA Facebook dan kemudian melaporkan kepada National Center for Missing and Exploited Children (NCMEC) di Amerika Serikat.
"Kami tidak memberikan toleransi sedikit pun dalam eksploitasi anak-anak di Facebook. Kami bekerja sama dengan para ahli perlindungan anak serta badan penegakan hukum lokal, federal, dan internasional untuk memerangi aktivitas yang mengerikan ini dan membawa pelaku ke jalur hukum," kata Facebook dalam keterangan resmi tertulis yang diterima CNNIndonesia.com, Rabu (21/3).
Sebelumnya, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengatakan, pihaknya akan memanggil pihak Facebook terkait kasus paedofil berbasis media sosial yang diketahui menyebar      melalui             platform             itu.  Ketua KPAI Asrorun Ni'am mendesak Facebook agar tidak melepas tanggung jawabnya. Sebab menurutnya, kegiatan paedofilia banyak menyebar melalui situs tersebut.
"Kami akan panggil pihak Facebook secara khusus, kami minta pihak itu yang posisinya sebagai penyelenggara platform agar ikut berpartisipasi mempertanggungjawabkan adanya grup Official Candy's Group yang meresahkan warga," kata Asrorun di Gedung KPAI, Jakarta, Selasa (21/3).
Polda Metro Jaya mengungkap soal grup media sosial Facebook dan pesan instan Whatsapp memiliki konten pornografi anak. Jumlah anggota grup ini mencapai 7.479 orang yang berasal dari berbagai negara, termasuk Indonesia. Grup ini diketahui telah berdiri sejak 2016 lalu. Sejauh ini Polda Metro Jaya teman menangkap lima pelaku yang sekaligus admin Official Candy's Grup. Dari kelimanya, polisi menyita ribuan konten berupa video dan gambar pornografi anak yang disebarkan ke anggota, baik dalam dan luar negeri.  Selain menangkap pelaku penyidik Polda Metro Jaya juga menemukan 13 anak sebagai korban grup ini. Mereka rata-rata berusia 3-12 tahun dan berasal dari keluarga dan tetangga pelaku.
C.                Motif
"Hasilnya, belum lama ini kami kembali menangkap tiga pelaku lainnya. Tiga pelaku yang diringkus yaitu WR (19), AD (33),  dan IW (26)," kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Argo Yuwono di Polda Metro Jaya, Senin (25/6/2018).
Ketiganya menggunakan akun palsu dan bergabung di grup Official Loly Candy, agar dapat menyebarkan konten-konten pornografi anak-anak di bawah umur.
Alasan ketiganya bergabung digrup fedofil itu karena memiliki hasrat seksual yang menyimpang.
"Motif tersangka menyebarkan untuk kepuasan seksual," kata Argo.
Atas perbuatannya itu, ketiga tersangka dijerat  Pasal 27 ayat 1 Juncto Pasal 45 Ayat 1 UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang ITE, dan Pasal 4 ayat 1 Juncto Pasal 29 dan atau Pasal 4 ayat 2 Juncto Pasal 82 dan atau Pasal 761 Juncto Pasal 88 UU Nomor 35/2014 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman hukuman penjara paling singkat lima tahun.
Kasus peredaran konten pornografi anak melalui internet ini terungkap usai polisi meringkus lima tersangka yang berperan sebagai admin digrup Official Loly Candy pada Maret 2017 lalu. Kelima tersangka yang sudah ditangkap berinsial W alias Snorlax (27 tahun), DS alias Illu Inaya (24 tahun), DF alias T-key (17 tahun) dan SHDT (16 tahun) dan AAJ (21 tahun).

D.                Penanggulangan
1.                  Sanksi Hukum:
Berdasarkan informasi dari pihak jaksa bahwa terdakwa SHDW divonis 2 tahun penjara dan DF divonis 6 tahun penjara. Sidang dengan agenda vonis itu dilaksanakan di PN Jaksel siang tadi secara tertutup, mengingat keduanya masih di bawah umur. Keduanya dinyatakan secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 27 Ayat (1) UU RI No 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU RI No 11 Tahun 2008 tentang ITE dan/atau pasal pornografi.
SHDW mendapatkan vonis yang lebih ringan dari tuntutan jaksa, yang menuntutnya dengan hukuman 3 tahun penjara. Begitu halnya dengan putusan terhadap DF, yang mendapatkan keringanan 2 tahun penjara dari tuntutan jaksa 8 tahun penjara. Atas putusan tersebut, jaksa penuntut umum tidak mengajukan banding. Sementara itu, hakim memutuskan agar terdakwa SHDW ditempatkan di Panti Sosial Marsudi Handayani, sementara terdakwa DF dipenjara di lapas anak.
Sebelumnya, keduanya ditangkap tim Subdit Cyber Crime Ditreskrimsus Polda Metro Jaya karena menyebarkan foto dan video berkonten pornografi anak di bawah umur melalui akun grup Official Loly Candy's 18+. Keduanya berperan sebagai administrator grup Facebook tersebut.
2.            Sosialisasi Pencegahan Pornografi
Belum lama ini masyarakat dikejutkan dengan kasus kejahatan seksual terhadap anak yang dilakukan melalui media social  facebook. Kejahatan itu dilakukan secara berjaringan dengan rapi. Untuk melawannya, pemerintah dan seluruh pemangku kepentingan mesti melakukan dengan cara yang sama.
“Bapak/ Ibu tahu Loly Candy? Itu kegiatan yang dilakukan pedofil lewat internet. Jadi itu juga harus kita awasi. Karena ternyata mereka punya jaringan. Tidak cuma seluruh Indonesia, tapi internasional,” kata Deputi Bidang Partisipasi Masyarakat Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Ir Agustina Erni MSc dalam Kegiatan Partisipasi Publik untuk Kesejahteraan Perempuan dan Anak (Puspa) di Hotel MG Suites, Kamis (18/5)
Perempuan yang akrab dipanggil Erni itu menjelaskan, terdapat lebih dari 7.000 anggota di dalam grup Loly Candy. Setiap anggota dituntut harus mengunggah konten pornografi anak dalam bentuk video atau pun foto. Admin mewajibkan anggota group untuk terus mengunggah video atau gambar porno dengan korban yang juga harus berbeda. Salah satu admin grup terhubung dengan 11 admin grup pedofil di sembilan negara. Dari facebook, dia kemudian menghubungkan lagi ke grup whatsapp dan telegram.
“Begitu di-upload, dia terima bayaran melalui paypal. Setiap upload dia dapat dollar. Orang yang buka, yang download, memang tidak bayar. Tapi dia bayar pulsa provider. Anak-anak kita menjadi korban pedofil,” tuturnya.
Cara yang mirip, juga dilakukan oleh bandar narkoba. Banyaknya kejahatan melalui dunia maya yang dilakukan dengan berjaringan, menurut Erni, mesti dilawan dengan berjaringan pula.
“Bandar pedofil saja bikin jaringan. Kita akan kalah kalau tidak bikin jaringan,” tandasnya.
Untuk membuat jaringan, pihaknya kini tengah gencar membangun partisipasi dari berbagai elemen masyarakat. Seperti, organisasi masyarakat, organisasi keagamaan, akademisi, dunia usaha, lembaga profesi dan media massa.
“Ini bagaimana kita membangun kerja bersama untuk perempuan dan anak. Isu prioritas Kementerian PPA saat ini, three end tadi. Akhiri kekerasan perempuan dan anak, akhiri perdagangan perempuan dan anak, dan akhiri kesenjangan ekonomi perempuan,” jelasnya.
Lebih lanjut, Erni membeberkan, pihaknya kini tengah membangun aplikasi yang berisi database mengenai kasus-kasus perempuan dan anak beserta sharing penanganan antarpemangku kepentingan. Pada tahun lalu, Kementerian PPA memfasilitasi aplikasi tersebut di tiga provinsi, yakni, Bali, Bengkulu, dan Bangka Belitung.
“Tahun ini 14 provinsi. Harapannya nanti di seluruh provinsi bisa membangun jejaring kerja sama dengan seluruh lembaga masyarakat. Nanti kami juga berharap ada forum komunikasi,” tuturnya.
Komunikasi yang terbangun, baik dari jejaring internet maupun forum komunikasi, bisa memunculkan berita-berita positif, khususnya mengenai upaya yang dilakukan masyarakat dalam memerangi kasus-kasus terhadap perempuan dan anak. Dari situ, akan tercipta saling sharing penanganan.
Wakil Gubernur Jawa Tengah Drs H Heru Sudjatmoko MSi menambahkan, untuk mengatasi berbagai persoalan perempuan dan anak, Provinsi Jawa Tengah sudah melakukan berbagai upaya. Seperti kampanye antikekerasan, dialog interaktif dengan stakeholder, pelatihan bagi buruh migran, dan pelatihan manajemen keuangan bagi perempuan. Namun, upaya itu tidak boleh serta merta diiringi rasa puas.
“Kita sudah melakukan berbagai upaya. Ikhtiar kita sudah sangat banyak. Tapi supaya kita tidak mudah puas, kita harus melakukan pendekatan hasil. Output-nya harus kita perhatikan. Bukan untuk kecewa, tapi untuk memeringatkan dan mengevaluasi hasilnya,” ungkapnya.
Menyelesaikan masalah perempuan dan anak, imbuh Heru, memang tidak ringan. Sebab, sangat komplek. Setiap masalah yang membelit perempuan dan anak, tidak berdiri sendiri. Heru mencontohkan, tingginya kasus kematian ibu dan bayi, ternyata faktor utamanya karena akibat pernikahan dini. Pernikahan dini terjadi lantaran latarbelakang keluarganya yang miskin sehingga tidak mampu membiayai pendidikan. Tingkat pendidikan yang rendah, membuat pengetahuan dan keterampilannya minim. Minimnya pengetahuan, berpengaruh pada kualitas sumber daya manusia yang rendah.
“Untuk mewujudkan three end,  maka hulu atau akar permasalahannya harus kita tengok juga,” tandasnya.
E.                 Analisa kelompok
Kasus Kejahatan Cyber ini sangat marak di dunia maya termasuk kasus  Loli candy’s , kasus ini menggunakan media seperti Whatsapp dan Facebook untuk mengunggah foto  kekerasan seksual terhadap anak, dan dalam akun Facebook mereka member Loli candy’s berkembang pesat.
Menurut analisa kelompok kami, kasus Loli candy’s ini pelaku memang harus ditindak seadil-adilnya terlebih yang menjadi korban adalah anak dibawah umur meskipun pelaku tak kontak fisik dengan korban dia telah menyebar foto atau video seksual di dunia maya dan akun facbook mereka harus di tutup.
Dari kasus ini diharapkan media sosial jadi hal yang positif untuk kegiatan yang lain. Dan kedepannya diharapkan media sosial mempunyai deteksi akan hal penguploadan konten foto atau video agar tidak bisa sembarang orang mengunggah hal-hal yang negatif.




Forumkeadilan. (2017). Loly candys. Diambil dari: https://forumkeadilan.com/2018/07/loly-candys-masih-beraksi/. (14 April 2019)


EmoticonEmoticon